Recent Posts

PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

Unknown | 21:30:00 | 0 komentar



Pengembangan Kurikulum PAI
Munculnya kebijakan tentang disentralisasi pendidikan, sebagai implikasi dari pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi, sebenarnya merupakan angin segar bagi kehidupan madrasah, karena kebijakan tersebut berarti mengembalikan madrasah kepada habitatnya. Pergeseran pola sentarlisasi ke desentarlisasi dalam pengelolaan pendidikan ini merupakan upaya pemerintah daerah dan madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh. Karena itu Departemen Agama perlu membuat kebijakan yang jelas mengenai status madrasah dalam konteks otonomi.
Masalahnya adalah bagaimana kita menyikapi kebijakan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di Madrasah yang lebih terarah dan sistematis.
a.       Kritik terhadap pendidikan agama pada umumnya
Bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis multi demensional. Dari hasil kajian pelbagai disiplin dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa segala macam krisis itu berpangkal dari krisis akhlak dan moral, krisis ini oleh sementara pihak disebabkan karena kegagalan pendidikan agama.
Indikator kegagalan agama dapat dilihat sebagai berikut :
1)      Hasil survey menunjukkan bahwa negeri kita masih tertengger dalam jajaran negara yang paling korup di dunia, dari pejabat tinggi hingga pejabat yang lebih rendah.
2)      Tingkat penindasan yang kuat terhadap yang lemah, seperti tampak dalam tingkah laku semrawut dan saling menindas para pelaku lalu lintas, juga tak berkurang.
3)      Semakin meningkatktnya tindak kriminal, tindak kekerasan, konsumsi miniman keras, narkoba, yang sudah melanda di kalangan pelajar dan mahasiswa. White coler crimes (kejahatan kerah putih), KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) melanda diberbagai institusi an lain-lain.
4)      Masyarakat kita cenderung mengarah pada masyarakat kepentingan atau patembayan (gelellschaf), nilai-nilai masyarakat paguyuban (gemeinschaft) ditinggalkan, yang tampak dipermukaan adalah timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, agama, etnis, politik maupun kepentingan lainnya.[1]
Walaupun demikian harus diakui bahwa pendidikan masih mengalami kekurangan setidak-tidaknya dalam dua aspek mendasar.
1)      Pendidikan agama masih terpusat pada hal-hal yang masih bersifat simbolik, ritualistik serta bersifat legal formalistik (halal dan haram) dan kehilangan ruh moralnya.
2)      Kegiatan pendidikan agama cenderung bertumpu pada penggarapan kognitif dan paling banter hingga ranah emosionalnya. (kadang-kadang) terbalik hanya menyentuh ranah emosionalnya tanpa memperhatikan ranah intelektualnya). Tetapi tidak dapat mewujudkan dalam tindakan nyata akibat tak tergarapnya ranah psikomotorik.[2]
Kritik semacam itu berkembang di masyarakat, yaitu bahwa kurikulum PAI dipandang kurang berhasil dalam membentuk sikap, perilaku dan pembiasaan peserta didik. Sebagai indikator antara lain : 1) rendahnya minat dan kemampuan siswa untuk melaksanakan ibadah; 2) tidak mampu baca tulis Al-Qur’an; 3) berperilaku kurang terpuji, bahkan melakukan tindakan kriminal dan aksi kekerasan, konsumsi minuman keras, narkoba dan lain-lain.
Menurut Muhaimin dalam bukunya yang berjudul “Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam” tidak sepenuhnya setuju terhadap yang menyatakan bahwa timbulnya krisis akhlak atau moral hanya disebabkan karena kegagalan pendidikan agama. Dengan bertolak dari suatu pandangan bahwa kegiatan pendidikan merupakan suatu proses pengembangan dan penanaman seperangkat nilai dan norma yang implisit dalam setiap mata pelajaran dan sekaligus gurunya. Maka tugas pendidikan akhlak yang mulia sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung jawab guru pendidikan agama Islam anasich. Apalagi iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan persyaratan utama bagi setiap guru, yang secara praktis dan berimplikasi pada keharusan setiap guru untuk mengimplisitkan nilai-nilai akhlak yang mulia dalam setiap mata pelajaran yang dipelajari oleh dan diajarkan oleh kepada peserta didik.[3]
Hal ini bukan berarti para guru pendidikan agama Islam mengelak dari tanggung jawabnya sebagai pembimbing dan pengarah ajaran dan moral agama, tetapi lebih merupakan upaya pembangunan kekompakan dan harmnonisasi dalam proses pendidikan, keteladan ahklak bukan hanya ditunjukkan oleh guru pendidikan agama Islam. Tetapi juga oleh tenaga pendidik lainnya. Apalagi saat ioni kita sudah memasuki era globalisasi sebagai akibat dari kemajuan teknologi dibidang komunikasi dan informasi.
Di lain pihak, hasil penelitian Puslitbag pendidikan agama dan keagamaan menemukan kelemahan kurikulum tahun 1994 untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam, yaitu : 1) syarat materi tidak syarat nilai; 2) tidak berorientasi pada basic kompetenses; 3) lebih menekankan aspek kognisi dari pada afeksi dan psikomotorik; 4) kurang berorientasi pada kebutuhan; 5) kurang memberikan ruang kepada pengembang dan 6) lebih bersifat subject oriented. Kelemahan yang mungkin paling parah dari kurikulum PAI 1994 adalah adanya tumpang tindih materi, dan tidak memperhitungkan aspek keagamaan. Akibat langsung dari ruang lingkup permasalahan, tidak adanya kesinambungan antara sub pokok dengan pokok bahasan dan waktu, kelas, serta jenjang kurikulum.[4]
Berangkat kritik tersebut mendasari dilakukannya pengembangan kurikulum yang; 1) lebih menitik beratkan pencapaian target kompertensi dari pada penguasaan materi; 2) lebih mengakomodasi keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia; 3) memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan.
Adapun pesan-pesan besar pendidikan Islam (PAI) yang ingin dikembangkan dalam kurikulum adalah sebagai berikut :
1)      Berusaha menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang dapat menjaga dan memperkokoh aqidah siswa.
2)      Menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang mengajarkan dengan baik, dalam pengertian bahwa dalam konteks bangsa Indonesia yang berbhineka tunggal ika, pengembangan pendidikan agama diharapkan agar sampai menumbuhkan semangat fanatisme buta, menumbuhkan sikap intoloren di kalangan peserta didik dan masyarakat Indonesia dan memperlemah kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan nasional.
3)      Menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang dapat memacu suswa untuk menjadikan rajin dan pintar, serta kreatif kritis dan inovatif.
4)      Menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang bisa mencetak siswa yang bertanggung jawab dalam hidup dan kehidupannya.[5]
b.      Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagai salah satu alternatif pengembangan kurikulum PAI
Untuk merespon kebijakan di atas serta mengantisipasi berbagai kritik dan tantangan tersebut, diperlukan sikap proaktif dan antisipatif dari masing-masing madrasah. Sikap proaktif dan antisipatif dari masing-masing madrasah. Sikap proaktif tiak sekedar berupa munculnya tindakan reaktif setelah ada aksi, tetapi juga memperkirakan perkembangan ke depan atas situasi dan kondisi serta permasalahan yang ada di madrasah tersebut. sedangkan sikap antisipatif merupakan jawaban dengan mengkondisikan situasi dan faktor menjadi lebih ideal sehingga permasalahan yang ada di madrasah dipecahkan ke perubahan yang lebih ideal, sikap tersebut diwujudkan dalam bentuk :
1)      Merumuskan landasan filsofiknya atau visi dan misi dari madrasah tersebut.
2)      Mengembangkan program pendidikan yang ada dengan sasaran yang disajikan, yaitu: pemenuhan, kepuasan terhadap jasa pendidikan madrasah dan kepuasan pengguna jasa SDM hasil didik di madrasah.
3)      Mengembangkan kurikulum madrasah bekerjasama dengan stake holders, yang meliputi kelangan akademik perguruan tinggi, para guru, para siswa, kepala madrasah, orang tua siswa, masyarakat, bidang Mapendis Kanwil Depag, ahli kurikulum madrasah dan lain-lain.
4)      Mengembangkan kurikulum madrasah berbasis kompetensi yang terdiri atas empat komponen, yaitu kurikulum dan hadil belajar, kegiatan belajar mengajar (KBM) penilaian kurikulum berbasis kelas, dan pengelolaan berbasis madrasah.[6]
Sebagaimana uraian terdahulu, bahwa dalam pengembangan kurikulum terdapat empat pendekatan, yaitu pendekatan humanistik, subyek akademik, rekonstruksi sosial, dan pendekatan teknologik.
Sebagaimana diketahui bahwa mata pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) terdiri atas beberapa sub mata pelajaran, yaitu Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah dan Kebudayaan Islam, serta Bahasa Arab.
Kurikulum PAI berbasis kompetensi merupakan perangkat standar program pendidikan agama Islam (Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah dan Kebudayaan Islam, serta Bahasa Arab) yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam bidang kehidupan keagamaan Islam yang dipelajarinya. Kurikulum ini terdiri atas empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar PAI, kegiatan belajar mengajar (KBM) PAI, penialaian kurikulum PAI berbasis kelas, dan pengelolaan kurikulum PAI berbasis masing-masing komponen tersebut.
1)      Kurikulum dan hasil belajar (KBH) PAI (Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah dan Kebudayaan Islam, serta Bahasa Arab) merupakan salah satu komponen berbasis kompetensi yang memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik dalam mata pelajaran PAI yang perlu dicapai secara keseluruhan.
2)      Struktur kurikulum dan hasil belajar PAI (Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah dan Kebudayaan Islam, serta Bahasa Arab)
3)      Kompetensi dasar berisi kumpulan kemampuan minimal yang harus dikuasai siswa selama menempuh pelajaran PAI
4)      Hasil belajar
5)      Indikator adalah kemampuan spesifik dan rinci yang diharapkan dapat dikuasai siswa dan merupakan penjabaran dari kemampuan dasar.
6)      Pengelolaan kurikulum berbasis madrasah sebagai salah satu komponen kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lainnya pendidikan lainnya untuk meningkatkan mutu hasil belajar PAI.[7]


[1]Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Nuansa, Bandung, 2003, hlm. 181.
[2]Ibid, hlm. 182.
[3]Ibid, hlm. 183.
[4]Ibid, hlm. 84.
[5]Ibid, hlm. 85.
[6]Ibid, hlm. 86.
[7]Ibid, hlm. 87.

Category: , ,

About GalleryBloggerTemplates.com:
GalleryBloggerTemplates.com is Free Blogger Templates Gallery. We provide Blogger templates for free. You can find about tutorials, blogger hacks, SEO optimization, tips and tricks here!

0 komentar

Recent Comments

HAD'S FRIENDS bagi ngilmu lan kaweruh bagi ngilmu lan kaweruh bagi ngilmu lan kaweruh