Recent Posts

KEMATANGAN BERAGAMA

Unknown | 21:11:00 | 0 komentar



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar belakang
Manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis, Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas), pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).[1] 
Sikap keberagamaan pada orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengartian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama, bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.[2] 
Seseorang menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu, ia berusaha menjadi penganut agama yang baik. Keyakinannya ini ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
Dalam kehidupan tak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman beragama serta tipe kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keagamaan.[3]

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka penyusun mempunyai rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian matang beragama?
2.      Bagaimana ciri-ciri dan sikap keberagamaan manusia?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui pengertian matang beragama.
2.      Mengetahui ciri-ciri dan sikap keberagamaan manusia



BAB II
KAJIAN MATERI

A.    Pengertian Matang Beragama
Kematangan beragama dapat dipandang sebagai keberagamaan yang terbuka pada semua fakta, nila-nilai serta memberi arah pada kerangka hidup, baik secara teoritis maupun praktek dengan tetap berpegang teguh pada ajaran agama.[4]
Dalam bahasa yang sederhana dapat diungkapkan bahwa apabila individu matang dalam kehidupan beragamanya, maka individu tersebut akan konsisten dengan ajaran agamanya. Konsistensi ini akan membawa individu untuk berperilaku sesuai dengan ajaran agamanya. Lebih jauh, melalui kematangan dalam kehidupan beragama individu akan mampu untuk mengintegrasikan ajaran agama dalam seluruh aspek kehidupan. Secara khusus, keberagamaan yang matang akan lebih mendorong umat untuk berperilaku sesuai dengan ajaran agama dalam setiap sisi kehidupan.
Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri kematangan beragama. Jadi kematangan beragama merupakan kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.[5]

B.     Ciri-ciri dan Sikap Keberagamaan
Dalam bukunya The Varieties Of Religious Experience, William James menilai secara garis besar sikap dan prilaku keagamaan itu dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe orang yang sakit jiwa dan tipe orang yang sehat jiwa. Kedua tipe ini menunjukkan perilaku dan sikap keagamaan berbeda:[6]
1)      Tipe Orang yang Sakit Jiwa (The Sick Soul)
Menurut William James, sikap keberagamaan orang yang sakit jiwa ini ditemui pada mereka yang pernah mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang terganggu. Maksudnya orang tersebut meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak didasarkan atas kematangan beragama yang berkembang secara bertahap sejak usia kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa seperti lazimnya yang terjadi pada perkembangan secara normal. Mereka meyakini suatu agama dikarenakan oleh adanya penderitaan batin antara lain mungkin diakibatkan oleh musibah, konflik batin ataupun sebab lainnya yang sulit diungkapkan secara ilmiah.
Latar belakang itulah yang kemudian menyebabkan perubahan sikap yang mendadak terhadap keyakinan agama. Mereka beragama akibat dari suatu penderitaan yang mereka alami sebelumnya.
William Starbuck, berpendapat bahwa penderitaan yang dialami disebabkan oleh dua factor utama yaitu yang pertama dilatar belakangi oleh factor intern (dari dalam diri), sedangkan yang kedua adalah karena factor ekstern ( burupa penderitaan).[7]
a.       Faktor intern yang diperkirakan akan menjadi penyebab dari timbulnya sikap keagamaan yang tidak lazim adalah :
1.      Temperamen
Temperamen merupakan salah-satu unsur dalam membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dalam kehidupan kejiwaan seseorang. Tingkah laku yang didasarkan pada kondisi temperamen memegang peranan penting dalam sikap keagamaan seseorang.
2.      Ganguan jiwa
Orang yang mengidap gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya. Tindak-tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan yang ditampilkannya tergantung dari gejala gangguan jiwa yang mereka idap.
3.      Konflik dan keraguan
Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi sikap keagamaannya. Mungkin berdasarkan kesimpulannya ia akan memilih salah-satu agama yang diyakininya atau meninggalkannya sama sekali. Keyakinan agama yang dianut berdasarkan pemilihan yang matang setelah terjadinya konflik kejiwaan akan lebih dihargai dan dimuliakan. Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama.
4.      Jauh dari tuhan
Orang yang dalam kehidupannya jauh dari agama lazimnya dirinya akan merasa lemah dan kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan. Ia seakan merasa tersisih dari rahmat tuhan. Perasaan ini mendorongnya untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhan serta berupaya mengabdikan diri secara sungguh-sungguh. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam sikap keagamaan pada dirinya.
b.      Faktor ekstern yang diperkirakan akan menjadi penyebab dari timbulnya sikap keagamaan yang tidak lazim adalah :
1.      Musibah
Terkadang musibah yang serius dapat mengguncangkan kejiwaan seseorang. Keguncangan ini sering pula menimbulkan kesadaran dalam diri manusia dalam berbagai tafsiran. Bagi mereka yang semasa sehatnya kurang memiliki pengalaman dan kesadaran agama yang cukup, umumnya menafsirkan musibah sebagai peringatan tuhan kepada dirinya.
Tafsiran seperti itu tak jarang memberi wawasan baru baginya untuk kembali hidup ke jalan agama, sehingga makin berat musibah yang dialaminya maka akan semakin tinggi ketaatannya kepada agama. Bahkan mungkin pula mereka yang mengalami peristiwa semacam itu akan menjadi penganut agama yang fanatik.
2.      Kejahatan
Mereka yang menekuni kehidupan di lingkungan dunia hitam, baik sebagai pelaku atau hanya sebagi pendukungkejahatan, umumnya akan mengalami guncangan batin dan merasa berdosa. Persaan tersebut mereka tutupi dengan perbuatan yang bersifat kompensatif.
Perasaan seperti itu biasanya menghantui terus menerus diri sendiri hingga menyebabkan hidup mereka tidak pernah mengalami ketenangan dan ketentraman. Sesekali mungkin saja timbul perasaan kemanusiaannya yang fitri seperti kasih sayang, menyesal, dan merasa berdosasebagai akibat karena kehilangan harga diri serta dikucilkan masyarakat.
Perasaan-persaan tersebut biasanya mendorong mereka untuk mencari penyaluran yang menurut penilainnya dapat memberi ketentraman batin. Lazimnya, mereka ini akan kembali kepada agama. Kesadaran ini sering mendorong seseorang untuk bertobat. Sebagai penebus terhadap dosa-dosa yang telah diperbuatnya, tak jarang orang-orang seperti ini kemudian menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.

Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu umumnya cenderung menampilkan sikap sebagai berikut[8] :
a.       Pesimis
Dalam mengamalkan ajaran agama mereka cenderung bersikap pasrah diri kepada nasib yang telah mereka terima. Penderitaan yang mereka alami menyebabkan peningkatan ketaatannya.
b.      Intovert
Sifat pesimis membawa mereka untuk bersikap objektif. Segala marabahaya dan penderitaan selalu dihubungkannya dengan kesalahan diri dan dosa yang telah diperbuat.
c.       Menyenangi paham yang ortodoks
Sebagai pengaruh sifat pesimis dan introvert kehidupan jiwanya menjadi pasif. Hal ini lebih mendorong mereka untuk menyenangi paham keagamaan yang lebih konservatif dan ortodoks.
d.      Mengalami proses keagamaan secara non-graduasi
Proses timbulnya keyakinan terhadap ajaran agama umumnya tidak berlangsung melalui prosedur yang biasa. Tindak keagamaan yang mereka lakukan didapat dari proses pendadakan dan perubahan secara tiba-tiba.

2)       Tipe Orang yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)
Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya Religion Psychology adalah :
a.      Optimis dan gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala menurut pandangannya adalah sebagai hasil jerih payah yang diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan yang dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai peringatan Tuhan terhadap dosa manusia.
b.      Ektrovet dan tak mendalam
Sikap optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jasmani ini menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai ekses agamis tindakannya. Mereka selalu berpandangan keluar dan membawa suasana hatinya lepas dari kungkungan ajaran keagamaan yang terlampau rumit. Mereka senang kepada kemudahan dalam melaksanakan ajaran agama. Sebagai akibatnya mereka kurang senang mendalami ajaran agama. Dosa mereka anggap sebagai akibat perbuatan mereka yang keliru.
c.       Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal
Sebagai pengaruh kepribadaian yang ekstrovet maka mereka cenderung :
1.      Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
2.      Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
3.      Menekankan ajaran cinta kasih dari pada  kemurkaan dan dosa.
4.      Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
5.      Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
6.      Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
7.      Selau berpandangan positif.
8.      Berkembang secara graduasi.

Walaupun keberagamaan orang dewasa ditandai dengan keteguhan dalam pendirian serta ketetapan dalam kepercayaan baik dalam bentuk positif maupun negatif, namun dalam kenyataan yang ditemui banyak juga orang dewasa yang berubah keyakinan dan kepercayaan. Perubahan tersebut bisa saja ke arah acuh tak acuh terhadap agama atau ke arah ketaatan terhadap agama.

















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Kematangan beragama merupakan kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik, karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik. Keyakinan itu ditampilkan dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
2.      Ciri dan sikap keberagamaan seseorang dapat terpengaruh oleh keadaan psikis jiwanya.

B.     Kata Penutup
Alhamdulilah, dengan segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat kemurahan-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Kami telah berupaya semaksimal mungkin dengan segala kemampuan namun kami yakin hasilnya masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan.
Akhirnya kami berdoa semoga makalah ini dapat membawa manfaat dan Allah SWT selalu menunjukkan kita jalan yang lurus, amin ya robbal alamin.







DAFTAR PUSTAKA

H. Jalaludin, Prof. Dr.. 2009. Psikologi Agama Edisi Refisi 2009. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
H. Ramayulis, Prof. Dr.. 2002. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta : Kalam Mulia.
delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/kriteria-orang-yang-matang-dan-   belum.html 



[1] Prof. Dr. H. Jalaluddin, Psikologi Agama Edisi Revisi 2009 (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2009), hal. 123
[2] delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/kriteria-orang-yang-matang-dan-belum.html 
[3] Jalaluddin, Op. cit., hal. 125.
[4] delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/kriteria-orang-yang-matang-dan-belum.html 
[5] Jalaluddin, loc. cit.
[6]Prof. Dr. H. Jalaluddin, Psikologi Agama Edisi Revisi 2009 (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2009), hal. 126.
[7] Ibid.,hal. 126.
[8] Ibid., hal. 128.

Category: ,

About GalleryBloggerTemplates.com:
GalleryBloggerTemplates.com is Free Blogger Templates Gallery. We provide Blogger templates for free. You can find about tutorials, blogger hacks, SEO optimization, tips and tricks here!

0 komentar

Recent Comments

HAD'S FRIENDS bagi ngilmu lan kaweruh bagi ngilmu lan kaweruh bagi ngilmu lan kaweruh