KECERDASAN SPIRITUAL
A.
Kecerdasan
Spiritual
1.
Pengertian
Kecerdasan Spiritual
Manusia
adalah makhluk dua dimensi yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan akan
kepentinngan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu manusia harus memiliki konsep
duniawi atau kepekaan emosional dan intelegensi yang baik (EQ plus IQ) dan
penting pula penguasaan ruhiah vertikal atau spiritual quotient (SQ).[1]
Definisi
kecerdasan spiritual dapat dillihat dari beberapa pendapat tokoh dibawah ini :
a.
Ary Ginanjar
Agustian mendefinisikan:
“Kecerdasan
spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap prilaku
dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju
manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik)
serta berprinsip “hanya karena Allah”.[2]
b.
Danah Zohar dan
Ian Marshal, berpendapat:
“SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan
peroalan hidup makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan
hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna di bandingkan
dengan yang lain”.[3]
c.
Sinentar
menjelaskan; “Kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan mendapat inspirasi,
dorongan dan efektivitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan
keutuhan yang didalamnya kita semua menjadi bagian”.[4]
Dari
ketiga definisi kecerdasan spiritual di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memaknai setiap prilaku dan
kegiatan sebagai ibadah dan kemampuan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita
dalam konteks dan makna yang lebih luas serta berprinsip hanya karena Allah
SWT.
2.
Prinsip
Kecerdasan Spiritual
Prinsip
adalah pedoman berprilaku yang terbukti mempunyai nilai yang langgeng dan
permanen. Menurut Covey prinsip layaknya mercusuar, prinsip merupakan substansi
hukum alam yang tidak dapat dilanggar.[5]
Sedangkan
prinsip kecerdasan spiritual sendiri menurut Agus Nggermanto terbagi 3 bagian,
yaitu :
a.
“Prinsip kebenaran, yaitu hidup
dengan cara hanif atau cinta dan cenderung memilih kebanaran sehingga menuntun
kita kearah kesempurnaan hidup.
b.
Prinsip keadilan, yaitu
konsisten melangkah dijalan kebenaran atau dengan memberikan sesuai dengan
haknya sebagai prinsip yang sangat mendasar dalam sistem kehidupannya.
c.
Prinsip kebaikan, yaitu
memberikan lebih dari haknya yang artinya hidup dengan mental berlimpahan atau
dengan kenyakinan bahwa karunia yang diberikan Tuhan kepada kita merupakan
karunia yang melimpah dengan kenikmatan dimana-mana sehingga kita dapat saling
membantu dan memberi kebaikan”.[6]
Ketiga
prinsip tersebut selaras atau secara sinergis menjadi prinsip dasar kecerdasan
spiritual. Prinsip kebenaran sebagai sesuatu yang paling nyata dan selalu kita
hadapi setiap hari, sehingga begitu dekatnya kita tidak dapat merasakannya.
Begitu juga dengan prinsip keadilan yang selalu konsisten melangkah menuju
kebenaran, sehingga melakukan kebenaran itu pasti adil untuk mendapatkan
hasilnya dan prinsip kebaikan itu selaras dengan prinsip kebenaran dan keadilan
denngan hidup selaras dengan prinsip kebaikan yaitu hidup dengan mental
berkelimpahan (mempunyai keyakinan bahwa masih melimpah ruah karunia kenikmatan
dimana-mana).
3.
Ciri-ciri
Kecerdasan Spiritual
Ciri-ciri
kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshal adalah sebagai berikut
:
a.
“Kemampuan bersikap fleksibel (adaptip
secara spontan dan aktif)
b.
Level kesadaran diri (self
Awareness) yang tinggi
c.
Kapasitas diri untuk menghadapi
dan memanfaatka penderitaan (suffering)
d.
Kualitas hidup yang terinspirasi
dengan visi dan nilai-nilai
e.
Keengganan untuk menyebabkan
kerugian yang tidak perlu (unnecessary harm)
f.
Memiliki cara pandang yang
holistik dengan memiliki kecenderungan untuk melihat keterkaitan diantara
segala sesuatu yang berbeda
g.
Memiliki kecenderungan nyata
untuk bertanya “mengapa/ why” atau “bagaimana tidak/ what if” dan
kecenderungan untuk mencari jawaban yang fundamental atau mendasar.
h.
Menjadi “field independent”
atau bidang mandiri yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi”.[7]
Sedangkan
menurut Toto Tasmara, memberikan ciri-ciri kecerdasan spiritual sebagai
kecerdasan ruhaniah/ kejiwaan atau ruh sebagai wilayah batin yang selalu
berubah-ubah.[8] Adapun
ciri-ciri keceerdasan spiritual tersebut adalah :
a.
Memiliki visi
Mereka
yang cerdas secara spiritual atau ruhaniah sangat menyadari bahwa hidup yang
dijalaninya bukanlah “kebetulan” tetapi sebuah kesengajaan yang harus dilaksanakan
dengan penuh rasa tanggung jawab. Visi atau tujuan setiap muslim yang cerdas
secara spiritual akan menjadikan pertemuan dengan Allah sebagai puncak dari
pernyataan visi pribadinya, yang kemudian dijabarkan dalam bentuk perbuatan
baik yang terukur dan terarah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kahfi
ayat 110 sebagai berikut :
فمن كان يرجوا
لقاء ربه فليعمل عملا صالحا ولا يشرك بعبادة ربه احدا (السورة الكهفى : 110)
Artinya : “Barang
siapa yang mengharapkan pertemuan (liqa) dengan Tuhannya, hendaklah ia
melakukan amal shaleh dan janganlah beribadah dengan mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Tuhannya” (Q.S. Al-Kahfi:110).[9]
b.
Merasakan kehadiran Allah
Mereka
yang cerdas secara ruhani merasakan kehadirat Allah dimanapun mereka berada,
mereka menyakini bahwa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan Allah SWT.
Ada kamera Illahiyah yang terus menyoroti Qolbunya dan merasakan serta
menyadari bahwa seluruh detak hatinya diketahui dan dicetak Allah tanpa satupun
yang tercecer. Allah berfirman dalam S.Q. Al Qaaf ayat 16.
ولقد خلقنا
الانسان ونعلم ماتوسوس به نفسه, ونحن اقرب اليه من حبل الوريد (السورة ق : 16)
Artinya : ‘Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia
dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Kami lebih dekat kepadanya
dari pada urat lehernya”.(Q.S. Qof: 16)[10]
c.
Berdzikir dan berdo’a
Berdzikir
dan berdo’a merupakan sarana sekaligus motivasi diri untuk menampakkan wajah
seseorang yang bertanggung jawab. Dzikir mengingatkan perjalanan untuk pulang
dan berjumpa dengan yang dikasihinya. Berdo’a berarti memanggil diri sendiri.
Jiwa dan kesadaran diseru dan dihentakkan agar sadar bahwa “aku sedang
beraudiensi dengan Tuhan-ku”.
Mereka
yang cerdas secara ruhani menyadari bahwa do’a mempunyai makna yang sangat
dalam bagi dirinya. Dengan berdo’a berarti ada rasa optimisme yang mendalam
dihati dan masih memiliki semangat untuk melihat ke depan.
d.
Memiliki kualitas sabar
Sabar
berarti memiliki ketabahan dan daya sangat kuat untuk menerima beban, ujian dan
tantangan tanpa sedikitpun mengubah harapan untuk menuai hasil yang ditanamnya,
sehingga orang yang bertakqa tidak mengenal atau memiliki kosa kata “cengeng”
karena makna dari kata sabar itu sendiri bermuatan kekuatan bukan kelemahan.
e.
Cenderung pada kebaikan
Orang
yang bertaqwa adalah tipe manusia yang cenderung pada kebaikan dan kebenaran.
f.
Memiliki empati
Empati
adalah kemampuan seorang untuk memahami orang lain., sehingga mereka mampu
beradaptasi dengan merasakan kondisi batiniah dari orang lain.
g.
Berjiwa besar
Jiwa
besar adalah keberanian untuk memaafkan dan sekaligus melupakan kesalahan yang
pernah dilakukan oleh orang lain. Orang yang cerdas secara ruhaniah adalah
mereka yang mampu memaafkan betapapun besarnya kesalahan yang pernah diperbuat
orang lain pada dirinya.
h. Bahagia
melayani
Budaya
melayani dan menolong merupakan bagian dari citra diri seorang muslim. Mereka
sadar bahwa kehadiran dirinya tidaklah terlepas dari tanggung jawab terjadap
lingkungannya. Salah satu bentuk kualitas pelayanan adalah tidak pernah
tersirat sedikitpun dalam pikiran seorang muslim untuk mengingkari janji.
Karena itu mereka yang cerdas secara ruhani akan tampak dari sikapnya yang
sangat perhatian terhadap janji dan amanah. Bagi mereka pelayanan merupakan
investasi prilaku dirinya, bertambah banyak mereka mengulurkan tangan dan
melayani maka bertambah investasinya.[11]
[1]Danah Zohar dan
Ian Marshal, SQ : Memanfaatkan Keceerdasan Spiritual dalam Berfikir
Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Mizan, Bandung, 2002,
hal. 13.
[2]Ary Ginanjar
Agustian, Rahasia Sukses Membangun Keceerdasan Emosi dan Spiritual : ESQ, Arga,
Jakarta, 2001, hal. 57.
[3]Danah Zohar dan
Ian Marshal, Op. cit, hal. 3-4.
[4]Agus
Nggermanto, Quantum Quetiont Kecerdasan Quantum, Nuansa, Bandung, 2001,
hal. 117.
[7]Danah Zohar dan
Ian Marshal, Op. Cit., hal. 14.
[8]Jalaluddin
Rakhmat, et.al, Menyinari Relung-relung Ruhaniah: Mengembangkan EQ dan SQ
Cara Sufi, Al Hikmah kerjasama dengan IMAN, Bandung, 2002, hal. 26.
[9]Al-Qur’an Surat
Al-Kahfi Ayat 110, Op. Cit., hal. 775.
[10]Al-Qur’an,
Surat Qof Ayat 16, Ibid.,hal.
1305.
[11]Toto Tasmara, Kecerdasan
Ruhaniah (Transcedental Intelegensi), Gema Insani, Jakarta, 2001, hal.
6-44.
Category: makalah PAI, mata kuliah, umum
0 komentar