KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM
Ide
persamaan laki-laki dan perempuan dalam Islam bersumber pada ajaran bahwa
seluruh manusia berasal dari pertemuan laki-laki dan perempuan.[1]
Dalam Islam, laki-laki dan perempuan adalah
setara. Setara manusia dan keduanya mendapatkan hak yang setara dan setara.[2]
Zaman sekarang ini banyak suara-suara yang
menuntut diadakannya pembaharuan sosial, yang paling menonjol adalah perbaikan
kondisi perempuan dan ini merupakan ide cemerlang, asalkan saja masing-masing
pria dan wanita mengerti haknya satu sama lain dan tetap berpedoman kepada apa
yang telah digariskan syariat dan sistem.[3]
Studi perempuan tidak sekedar sebuah usaha
untuk memahami perempuan itu sendiri atau bahkan laki-laki dalam hubungannya
dengan studi gender, tetapi juga bagaimana suatu masyarakat teorganisir.[4] Dan
perlu diingat bahwa studi dalam studi perempuan ini agar tetap menjaga studi
perempuan jangan seperti feminisme barat.[5]
Perempuan adalah mata air kebahagiaan dalam
kehidupan, sumber kasih sayang, dan kelembutan perempuan juga merupakan sekolah
pertama, tempat anak-anak menerima nilai dasar akhlak dan ilmu pengetahuan yang
semua itu akan tercetak dalam lembaran-lembaran hati mereka sehingga tidak akan
terhapus oleh peredaran masa dan pergantian tahun.
Kalau memang demikian keadaan perempuan,
apakah Islam sudah memberikan penghargaan menurut yang sebenarnya, menjaga dan
memberikan perhatian yang penuh kepadanya, serta memandangnya dengan pandangan
penghormatan ? wanita dalam berbagai bangsa dihina, diperbudak dan dicabut
hak-haknya. Martabat direndahkan, harga dirinya dilecehkan dan sering
menghadapi berbagai macam penganiayaan.
Sebut saja bangsa India, dulu kala
menguburkan wanita hidup-hidup bersama suaminya, orang-orang Jerman
mempertaruhkan istri-istri di meja judi. Dalam masyarakat Cina, jika suami mati
maka istrinya tidak boleh menikah lagi sepanjang hayat, beberapa kelompok
Yahudi meletakkan wanita sederajat dengan pembantu dan bapaknya memperjual
belikan atau di Indonesia perempuan masih dipandang tidak jauh dari fungsinya
yaitu manak (beranak), macak (bersolek) dan masak
(memasak). [6]
Yang lebih aneh lagi beberapa negara bagian
Prancis pernah menyelenggarakan suatu pertemuan pada tahun 586 M yang membahas
masalah apakah perempuan itu dianggap manusia atau bukan ? setelah dibahas dan
dibicarakan panjang lebar, bahkan terjadi perdebatan sengit antara para peserta
akhirnya para peserta memutuskan pada suatu keputusan yaitu bahwa perempuan
adalah manusia tetapi manusia hina yang hanya diciptakan untuk melayani
laki-laki semata tidak lebih.[7]
Realita yang terjadi di atas menunjukkan
bahwa konstruksi sosial inilah yang melahirkan perbedaan gender dan perbedaan
ini mengantarkan pada ketidakadilan gender (gender inequalitues). [8]
Padahal
salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah
persamaan antara manusia baik laki-laki dan perempuan, maupun antar bangsa,
suku dan keturunan. Perbedaan yang dijadikan ukuran untuk meninggikan atau
merendahkan derajat seseorang hanya nilai pengabdian dan ketaqwaan kepada Allah
SWT. seperti dalam Firman Allah surat al-Hujarat ayat 13 di bawah ini :
يآأيها الناس إنا خلقنكم من ذكر وأنثى
وجعلنكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقكم إن الله عليم خبير {
الحجرات : 13}
Artinya : “Wahai
seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari
laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia di antara kamu adalah
yang paling bertaqwa di antara kamu, sesungguhnya Allah Amaha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”. (al-Hujarat ayat 13)
[1]Dadang S Ansori, Engkos
Kosasih, Farida Sarimayu, Membincangkan Feminisme : Refleksi Muslimah Atas
peran Sosial Kaum Wanita, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997, hlm. 109.
[2]Murtadho Muthahhari, Hak-hak
Wanita Dalam Islam, Lentera, Jakarta, Cet. V, 2000, hlm. 78.
[3]Athibi, Ukhasyah Abdul
Manan, Tad-huuru Akhlaaqun-Nisaa’i, Terj. Chairul Halim, Wanita Mengapa
Merosot Akhlaknya, Gema Insani Press, Jakarta, 1998, hlm. 246.
[4]Dr. Irwan Abdullah, Sangkan
Paran Gender, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997, hlm. V.
[5]Ratna Saptari, Brigitte Holzner,
Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, Sebuah Pengantar Studi Perempuan,
Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, Cet. I, 1997, hlm. 1.
[6]Hardjito Notopuro, S.H., Peranan
Wanita Dalam Masa Pembangunan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1984, hlm. 45.
[7]Athibi, Ukhasyah Abdul
Manan, Op. Cit., hlm. 57.
[8]Eko Prasetyo, Suparman Marzuki,
Perempuan Dalam Wacana Perkosaan, PKBI Yogyakarta, 1997, hlm. 6.
Category: umum
Memahami mana yang sifatnya harus perempuan atau lelaki, kemudian memahami pula mana yang bisa di jalankan oleh keduanya, kata lainnya adalah NATURE atau NURTURE. Barulah kesetaraan gender berjalan dengan baik.
ReplyDelete