kurikulum dan implementasinya
Sejak dipublikasikannya buku “The Curiculum” hasil karya
Franklin Bobbit pada tahun 1918, istilah kurikulum mulai digunakan dalam
konteks pendidikan. Dengan terbitnya tulisan dari Bobbit ini, maka bermunculan
tulisan-tulisan tentang berbagai macam pandangan dan konsep kurikulum yang
berdampak terhadap rumusan pengertian istilah kurikulum, sebagai gambaran
diangkat beberapa pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli atau
pakar sebagai berikut :
1.
Tiler mendefinisikan kurikulum
adalah “All of learning of students which is planned by and directed by the
school to attain its education goal” dapat disimpulkan dan dilaksanakan
oleh sekolah untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan.[1]
2.
Hilda Taba memberikan definisi
kurikulum sebagai “A plan for learning”.[2]
3.
Robert S. Zais mendefinisikan
kurikulum sebagai “A racecourse of subject matters to mastered”
mengandung arti bahwa kurikulum itu memuat materi pelajaran yang harus
disampaikan oleh guru dan dikuasai oleh siswa. Menurutnya cakupan kurikulum
sebagai rencana adalah meliputi : 1) tujuan (aim, goals and objectives);
2) isi atau materi (content); 3) proses belajar mengajar (learning)
dan 4) evaluasi (evaluation).[3]
4.
Oemar Hamalik mengatakan bahwa
pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua segi yang berbeda, yakni tinjauan
menurut pandangan lama dan tinjauan menurut pandangan baru. Pengertian
kurikulum menurut pandangan lama merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah
mata pelajaran yang harus ditempuh untuk murid untuk memperoleh ijazah,
sedangkan menurut pandangan baru merumuskan bahwa kurikulum adalah sebagaimana
dikutib dari pendapat Romine (1954) “Curiculum is interpreted to mean all of
the organized course, activities, and exprinces which pupils have under
direction of the school” mengandung arti bahwa kurikulum bukan saja terdiri
dari mata pelajaran tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi
tanggung jawab sekolah, baik kegiatan intra maupun ekstra sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai. Menurutnya bahwa tujuan pendidikan bukan menyampaikan mata
pelajaran yang tersusun, melainkan pribadi anak dan belajar cara hidup dalam
masyarakat.[4]
5.
George A. Beauchamp (1968)
mengatakan “A curriculum is a written document which may contain many
ingredients, but basically it is a plan for the education of pupil during their
enrollment in given school” mengandung arti bahwa kurikulum adalah suatu
rencana pendidikan atau pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum)
yang merupakan bagian dari sistem persekolahan, sebagai suatu rencana,
kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan
pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu pengajaran, sedangkan sebagai
sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum, susunan
personalia dan prosedur pengembangan kurikulum, penerapan, evaluasi dan
penyempurnaannya, menurutnya bahwa kurikulum sebagai bidang studi membentuk
suatu teori yaitu teori kurikulum, yang bidang cakupannya meliputi: konsep
kurikulum, penentuan kurikulum, desain kurikulum, implementasi kurikulum dan
evaluasi kurikulum.[5]
6.
Said Hamid Hasan (1988)
mengemukakan pandangannya tentang kurikulum dalam empat dimensi yang satu sama
lain saling berhubungan yaitu :
1) kurikulum sebagai ide (konsepsi); 2) kurikulum sebagai suatu rencana
tertulis; 3) kurikulum sebagai kegiatan (proses) dan 4) kurikulum sebagai suatu
hasil belajar.[6]
7.
Peter F. Olivia menjelaskan
tentang berbagai pengertian kurikulum, di antaranya, kurikulum sebagai apa yang
diajarkan di sekolah, serangkaian bidang studi, isim program studi, urutan dan
mata pelajaran studi dari segala sesuatu yang direncanakan oleh anggota
sekolah, segala pengalaman yang dialami oleh pelajaran di sekolah.[7]
Dengan melihat beberapa
pengertian kurikulum yang dilontarkan oleh beberapa pakar, maka menurut penulis
bahwa kurikulum mempunyai pengertian yang cukup kompleks, dan sudah banyak
didefinisikan oleh pakar kurikulum esensinya, kurikulum menyelenggarakan proses
penyelenggaraan pendidikan sekolah, berupa asuhan atau norma-norma yang dapat
digunakan menjadi pegangan. Dalam arti simpatik kurikulum ditafsirkan sebagai
materi pelajaran, sedangkan pengertian yang luas ditafsirkan sebagai segala
upaya yang dilakukan di bawah naungan sekolah.
Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) Bab I Pasal 1 Ayat 9 Tahun 1989, menjelaskan bahwa kurikulum
sebagai perangkat rencana dan peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar,
sekian banyak interpretasi terhadap kurikulum maka dapat diringkas bahwa
kurikulum diartikan sebagai konten atau mata pelajaran, sebagai program
kegiatan yang direncanakan, sebagai rencana pelajaran pengalaman, sebagai
agenda untuk rekonstruksi sosial dan kurikulum sebagai hasil belajar.
Sesuai dengan pandangan kurikulum
di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum memiliki dua dimensi pokok yaitu 1)
rencana mengenai isi dan bahan pelajaran dan 2) pedoman yang mengarahkan
bagaimana kurikulum dilaksanakan atau diimplementasikan. Jadi implementasi
kurikulum meliputi penerapan, semua rancangan yang tercantum dalam kurikulum
tertulis.[8]
Dalam kaitannya dengan
implementasi, maka secara sederhana implementasi bisa diartikan dengan
pelaksanaan atau penerapan, sebagaimana yang diungkapkan oleh para ahli sebagai
berikut : Mojono dan Wildausky (1979) mengemukakan implementasi sebagai
evaluasi, Browne dan Wildausky (1983) menyatakan bahwa implementasi adalah
perluasan-perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan, Fullan (1982) mendefinisikan
implementasi sebagai proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat
aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan
perubahan, Leithwood (1982) memandang implementasi sebagai suatu proses,
implementasi didefinisikan sebagai proses perubahan tingkah laku, suatu upaya
memperbaiki pencapaian harapan-harapan yang dituangkan dalam kurikulum desain,
terjadi secara bertahap, terus menerus dan jika ada hambatan dapat
ditanggulangi.[9]
Frase implementasi kurikulum
sudah banyak disesuaikan oleh tokoh pendidikan, agar landasan teori ini
mengarah kepada maslah yang diteliti yakni implementasi kurikulum PAI dalam PBM
di kelas, perlunya dirumuskan konsep atau teori yang jelas tentang implementasi
kurikulum berdasarkan pada pandangan implementasi, maka menurut pandangan
penulis bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan,
mekanisme atau sistem, hal ini mengandung arti bahwa implementasi bukan berarti
sekedar aktivitas tetapi suatu kajian yang terencana dan dilakukan secara
sungguh-sungguh berdasarkan acuhan norma tertentu untuk mencapai tujuan
kegiatan, oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi
oleh obyek berikutnya yakni kurikulum, implementasi kurikulum dapat diartikan
sebagai proses pengajaran dan biasanya pengajaran adalah interaksi antara guru
dan siswa di bawah naungan sekolah.[10]
Nana Syaodih mengatakan bahwa
prinsip-prinsip khusus implementasi kurikulum yakni prinsip-prinsip yang
berkenaan dengan tujuan pendidikan, pemilihan isi pendidikan, pemilihan PBM,
pemilihan media dan alat pengajaran, dan pemilihan kegiatan penilaian, lebih
lanjut dijelaskan bahwa guru sebagai pengembangan kurikulum bagi kelasnya.[11]
Mengenai fungsi sebagai
perencanaan pengajaran, sesuai dengan komponen dan kurikulum itu sendiri, guru
dituntut untuk melakukan kegiatan, perumusan tujuan organisasi materi,
menetapkan metode, alat, dan merencanakan penilaian, perencanaan itu kemudian
diwujudkan guru dalam proses PBM di kelas. KBM ini dimulai dari tahap
mempersiapkan anak dan kondisi belajar, elaborasi materi dan konten dengan
strategi-strategi tertentu, sampai tahap penilaian dan tindak lanjut.
Miller dan Seller (1985)
menegaskan bahwa dalam pelaksanaan praktek-praktek kurikulum hendaknya
dilakukan dengan terlebih dahulu memperhatikan komponen-komponennya.
Komponen-komponen itu pada umumnya berkaitan dengan pengembangan kurikulum: 1)
tujuan intruksional umum khusus; 2) konten; 3) strategi-strategi mengajar atau
pengalaman belajar; 4) organisasi dan strategi-strategi mengajar dan 5) tahap
penilaian hasil belajar.[12]
[1]Nasution,
Pengembangan Kurikulum, PT. Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 15.
[2]Nasution,
Asas-asas Kurikulum, Bumi Aksara, Jakarta,
2003, hlm. 2.
[3]Nana
Syaodih Sukmodinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Remaja
Rosda Karya, Bandung,
1997, hlm. 6.
[4]Oemar
Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Citra
Aditya Bakti, Bandung,
1990, hlm. 12.
[5]Nana
Syaodih, Op.cit, hlm. 5.
[6]Said
Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, P2LPTK Depdikbud, Jakarta, 1998, hlm. 27.
[7]Peter
F. Olivia, Developing The Curriculum, Harper Callin Publiser, New York, 1992, hlm. 5.
[8]Nana
Syaodih, Op.cit, hlm. 199.
[9]Miller
J.P. Seller W, Curriculum Prespektives dan Practices, Logman, New York,
1985 , hlm. 246.
[10]Saylor,
J.B dan Alexander, W.M., Planning Currikulum For School, Rinehart dan
Wistin, Sydney,
1975, hlm. 245.
[11]Nana
Syaodih, Op.cit., hlm. 152-157.
[12]Miller
J.P. dan Seller, Op.cit., hlm. 175.
Category: makalah PAI, mata kuliah, umum
0 komentar