Recent Posts

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM MENCIPTAKAN MASYARAKAT MADANI

Unknown | 23:20:00 | 0 komentar



Bab I

A.    Pendahuluan
Islam sebagai sebuah agama memberikan konsep ajaran yang komprehensif dan integral, tidak hanya pada persoalan ubudiyah (ibadah) khusus seperti shalat, puasa dan lainnya, tetapi juga menyangkut kode etik sosial yang digunakan manusia sebagai perangkat penataan sosial yang diarahkan pada kemaslahatan manusia itu sendiri. Al Qur’an dan Hadits adalah representasi dari ajaran Islam yang komprehensif tersebut, yang di dalamnya memuat ajaran yang lengkap dalam berbagai aspek,[1] tak terkecuali masalah keilmuan/pendidikan, bahkan Rasulullah Muhammad SAW menerima wahyu pertama juga berkenaan dengan masalah pendidikan :





Artinya : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak ketahuinya.” (Al Alaq : 1 – 5) [2]

Sebagai sumber bagi ilmu – ilmu Islam, kredibilitas Al Qur’an dan Hadits menurut Azyumardi Azra, :
Pertama, bisa dilihat dari Al Qur’an sebagai suatu yang komprehensif, sehingga prinsip – prinsip pendidikan juga terdapat didalamnya, di sisi lain Al Qur’an sebagai sebuah kitab suci juga tidak menutup adanya upaya penafsiran secara esoteris (ma’nawi), yang berarti dalam masalah pendidikan dimungkinkan adanya pengungkapan misteri – misteri yang terkandung di dalamnya, untuk membangun paradigma ilmu.
Kedua, Al Qur’an dan Hadits menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntut ilmu ; pencarian ilmu dalam segi apapun berujung pada penegasan keesaan Tuhan. Karenanya seluruh metafisika dan kosmologi yang terbit dari kandungan Al Qur’an dan Hadits merupakan dasar pembangunan dan pengembangan ilmu Islam, kedua sumber pokok ini singkatnya meciptakan atmosfer khas yang mendorong aktivitas keintelektualan dalam “baju” Islam.[3]
Atmosfer keinteletualan dalam dunia pendidikan Islam kiranya dimulai sejak diturunkan wahyu oleh Allah SWT lewat Jibril kepada Rasulullah SAW yang pertama yaitu “iqra’” (bacalah !). Hal inilah dapat dimengerti ketika Islam sebagai sebuah ajaran yang berarti adalah agama, tanpa identitas yang memberikan ajaran tentang  IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) kepada penganutnya akan menjadi “tong sampah” sejarah. Apalagi ketika Islam diturunkan di Jazirah Arab (Mekkah), penduduk Makkah pra Islam dikenal sebagai komunitas yang mengagungkan kesusasteraan yang berarti mempunyai tingkat kebudayaan yang cukup tinggi.
Khazanah dunia Pendidikan Islam mulai menanjak naik ketika umat Islam mendominasi cakrawala keilmuan dalam berbagai disiplin ilmu, sebagai sampel kita mengenal Ibnu Sina, Al Farabi, Ibnu Rusyd, Al Kindi dan lain  sebagainya. Walaupun hal tersebut juga dibarengi oleh kemunduran peradaban Romawi, tetapi sejarah Islam mencatat bahwa Islam sebagai sebuah agama juga ternyata tidak “alergi” pada persoalan duniawi.
Persoalan yang muncul kemudian, pasca kekalahan umat Islam dalam beberapa konfrontasi militer dengan Eropa sejak abad ke 15, Islam mengalami kemunduran dalam berbagai aspek kehidupan, berarti umat Islam mengalami keterbelakangan dalam persoalan pendidikan. Tidak ragu lagi, keberhasilan kolonialisme dan imperialisme Eropa atas dâr al-Islâm menemukan daya dorong (impetus)-nya dalam ilmu dan teknologi. Sebaliknya, kolonialisme memberikan impetus yang sangat signifikan bagi pengembangan ilmu dan teknologi Eropa. Dalam hubungan yang simbolik inilah Eropa berhasil mempertahankan supremasi, hegemani, dan dominasinya atas kaum Muslim.[4]
Dari uraian di atas bisa dilihat, bahwa pasca keruntuhan Islam setelah perang salib, negara – negara Barat tersebut bahkan mendominasi dunia lewat kolonialisme (penjajahan) kepada negara – negara Timur (termasuk Indonesia) yang secara kebetulan mayoritas penduduk negaranya adalah Islam, sehingga lengkap sudah keterpurukan umat Islam waktu. Karena harus diakui kolonialisme Eropa dengan konsep yang begitu masyhur Gold, Gospel, Glory menjadikan negara – negara jajahannya sebagai “sapi perahan”,  sehingga masuk akal jika negara – negara jajahan yang sebagian besar Islam tersebut banyak mengalami keterpurukan yang sangat luar biasa dalam berbagai bidang kehidupan (sosial, ekonomi, budaya dan politik) akibat penjajahan tersebut. Celakanya keterpurukan umat Islam tentunya merembet dalam dunia pendidikan Islam, ini bisa dilihat ketika wajah Islam waktu itu identik keterbelakangan dan kebodohan, sebagai akibat langsung dari penjajahan, karena memang biasanya negara jajahan tidak mempunyai porsi yang memadai dalam menikmati pendidikan.
Persoalan menjadi lain lagi, setelah era kolonialisme berakhir dan sebagian negara Islam melakukan pembenahan dan penataan di segala sektor kehidupan,  tak ayal jika kemudian di dunia Islam kemudian dikenal dengan revivalisme Islam (kebangkitkan kembali umat Islam) pasca kolonialisme. Dalam tataran wacana, revivalisme memang cukup marak diperbincangkan bahkan sampai sekarang, dan cenderung menjadi sebuah euphoria dari kaum muslim setelah mengalami kemunduran yang cukup signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Kerangka yang dimunculkan dalam revivalisme Islam ini menurut Azyumardi Azra, tidak hanya terbatas pada penyelarasaan kehidupan dengan kaidah normatif Islam (Al Qur’an) tetapi juga bagaimana menyangkut aspek penguatan penguasaan tatanan sosial dalam semua sektor kehidupan.[5]
Lagi – lagi yang terjadi kemudian revivalisme Islam yang merupakan “simbol” bagi umat Islam dalam rangka mengejar ketertinggalan terhadap kelompok lain dalam sektor kehidupan, terkadang dianggap sebagai sebuah ancaman, yang muncul kemudian ada istilah yang bernama Islam phobi. Hal ini bukan omong kosong belaka, bisa dilihat ketika umat Islam menunjukkan geliatnya baik dalam persoalan sosial maupun politik, biasa dengan cepat akan disebut sebagai sesuatu yang berbahaya. Beberapa kasus seperti di Mesir lewat kelompok Ikhwanul Muslimin yang didirikan Jamaludin Al Afghani, kasus sekulerisasi di Turki oleh Kemal Attaruk dan pemberangusan FIS di Aljazair atau pemberlakuan asas tunggal di Indonesia membuktikan bahwa gerakan Islam atau lebih pas dikatakan sebagai geliat dan gairah umat Islam dalam aktivitasnya berbangsa dan bernegara dianggap sebagai suatu yang berbahaya, maka selama itulah Islam selalu diidentikkan dengan terorisme, kelompok militan dan fundamentalisme.[6]
Padahal identifikasi – identifikasi itu seakan menyiratkan wajah kekerasan dari umat Islam, Islam dianggap sebagai sebuah agama yang tidak beradab, bermoral, beretika sosial dan lain – lain, sehingga Islam layaknya adalah musuh bagi toleransi, pluralisme, demokratisasi dan penghambat globalisasi alias kemodernan. Apakah demikian wajah Islam sebenarnya ? itulah pertanyaan yang menggelitik kita selama ini. Sedemikiankah ajaran Islam yang terkadung dalam Al Qur’an dan Hadits hanya mengajarkan sikap keras kita kepada selain agama Islam, ataukah konsep Islam sebagai agama rahmatan lil alamin telah berubah arah atau memang opini negatif itu dibentuk sebagai penciptaan stigma oleh fihak – fihak yang tidak senang kepada Islam, inilah persoalan yang kita hadapi sekarang.   
Bisa jadi jika memang wajah keras yang dipunyai umat Islam, berarti bisa dikatakan bahwa Islam mengalami degradasi peradaban yang cukup akut, padahal kita tahu Muhammad SAW sebagai rasul diperintah ke muka bumi justru untuk menyempurnakan akhlaq manusia. Tentunya jika kita kaitkan dengan peradaban, akan berkait dengan dunia Pendidikan Islam itu sendiri. Karena dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan bagian terpenting bagi penciptaan individu yang bermoral, dan beradab tersebut. Dalam bahasanya Ahmad Daeng Marimba pendidikan khususnya Islam bertujuan membentuk kepribadian utama menurut ukuran – ukuran Islam.[7] Dari sinilah mungkin muncul pertanyaan apakah terjadi kegagalan dalam dunia Pendidikan Islam sehingga wajah Islam sekarang identik dengan kekerasan walaupun dalam tataran yang objektif opini tersebut masih dianggap partikularistik, karena sebagian besar umat Islam tentunya tidak demikian.
Jika dikaitkan dengan civil society (masyarakat madani) yang dimaknai sebagai sebuah masyarakat yang mengembangkan menetapkan pola hidup sosial-politik-budaya dengan pranata kepemimpinan yang didasarkan pada nilai – nilai demokrasi dengan tujuan meningkatkan harkat martabat masyarakat,[8]  tentunya sangat jauh antara nilai – nilai yang seharusnya diajarkan dalam Pendidikan Islam dengan masyarakat madani (civil society) yang sekarang juga marak menggelayuti memori umat Islam.
Persoalan terakhir adalah bagaimana mendorong nilai – nilai dalam Pendidikan Islam yang begitu komprehensif sehingga masyarakat madani (civil society) alias masyarakat beradab yang dicita – citakan dapat terwujud, sehingga jika benar opini Islam sebagai agama yang menyukai pedang dan perang dalam misi keagamaan dan kehidupan akan luntur dengan sendirinya.

B.     Rumusan Masalah
Ada beberapa masalah pokok yang akan penulis kaji dalam skripsi ini :
1.      Bagaimana konsep Pendidikan Islam ?
2.      Bagaimana konsep Masyarakat madani ?
3.         Bagaimana konsep nilai – nilai Pendidikan Islam dan implementasinya dalam menciptakan Masyarakat madani ?

C.    Tujuan Penulisan Skripsi
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui konsep yang terkandung dalam Pendidikan Islam, di mana Pendidikan Islam seperti telah disebutkan di atas adalah pendidikan yang didasarkan pada Al Qur’an dan Hadits. Konsep yang ingin dikemukakan  penulis adalah nilai – nilai yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits yang dikaitkan atau dapat dicerminkan lewat masyarakat madani (civil society) yang mempunyai identitas sebagai masyarakat yang beradab, dengan menjujung tinggi nilai toleransi, pluralisme, demokratisme dan lain – lain.

D.    Penjelasan Istilah Kunci
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memaparkan judul : “Konsep Pendidikan Islam dan Implementasinya Dalam Menciptkan Masyarakat Madani.”
Untuk memudahkan pemahaman dan pemaknaan sekaligus untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul di atas, penulis akan memberikan penjelasan dalam permasalahan tersebut. Adapun penjelasan tersebut sebagai    berikut :
1.      Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori – teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pendidikan didasarkan pada nilai – nilai yang terkandung dalam Al Qur’an dan Hadits.[9]
Jadi, dasar utama dari Pendidikan Islam adalah Al Qur’an dan Hadits, sebagai sumber ajaran agama Islam sendiri. Dalam konteks pendidikan, dapat dikatakan sebagai Pendidikan Islam, jika pendidikan yang diajarkan didasarkan pada kedua sumber hukum Islam tersebut, sehingga mendorong terciptanya kepribadian yang baik dalam parameter agama Islam.
Kaitannya dengan tema sentral, penulis melihat bahwa nilai – nilai dalam Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber Pendidikan Islam mempunyai keterkaitan secara intrinsik dengan masyarakat madani yang selama ini diidentikkan dengan masyarakat yang beradab, mempunyai tingkat toleransi yang tinggi, menjunjung tinggi nilai demokrasi dan menghargai kemajemukan (pluralisme). Karena penulis yakin bahwa dalam Al Qur’an dan Hadits sebagai cerminan Pendidikan Islam terdapat nilai – nilai dimaksud. Atau dalam kata lain adalah bagaimana menjadikan nilai – nilai dalam Pendidikan Islam mengilhami terciptanya masyarakat madani yang identik dengan hal – hal seperti tersebut di atas. 
2.      Masyarakat Madani
Yang dimaksud dengan masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas – luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama dalam satu komunitas.[10]
Masyarakat dalam pengertian umum dapat dianalogikan sebagai komunitas yang hidup dalam suatu negara, daerah atau lingkungan tertentu yang mempunyai common dalam mengakui adanya kebhinekaan dalam ideologi kultur, ras, agama dan lainnya.
Sedangkan Madani Berarti beradab (civeleze), demokratis, baik, bermoral. Yang dimaksud adalah masyarakat yang beradab yang diwujudkan dengan berbudi pekerti yang luhur, mempunyai nilai yang luhur dan mempunyai nilai – nilai moral yang tinggi.[11]
Tidak dapat dielakkan bahwa masyarakat yang berperadaban (civil society) akan tercapai lewat proses pendidikan, yang berarti pendidikan menjadi kunci bagi terciptanya individu yang berbudi pekerti luhur, beretika sosial yang baik kesemuannya mendorong terciptanya masyarakat berperadaban (madani). Di sinilah kuncinya bagaimana Pendidikan Islam dengan “roh” nya Al Qur’an dan Hadits dapat menciptakan dinamika sosial lewat pembentukan individu – individu yang “baik” sehingga nantinya dapat menciptakan masyarakat beradab.
Dengan demikian yang penulis maksud dengan judul di atas adalah bagaimana nilai – nilai pendidikan Islam secara langsung bisa menciptakan sebuah masyarakat madani (civil society), karena ada keterkaitan secara hakekat antara pendidikan Islam dengan masyarakat madani (civil society). Pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah, dasar, tujuannya berdasarkan Al Qur’an dan Hadits, yang ajaran – ajarannya mengandung prinsip moralitas, etika dan nilai – nilai universalisme yang juga merupakan hakekat masyarakat madani (civil society) itu sendiri. Pembahasan yang akan dilakukan penulis pertama adalah menjelaskan Pendidikan Islam dilihat dari nilai – nilainya, sebagai dasar bagi penjelasan identitas yang ada pada masyarakat madani (civil society), kemudian menjelaskan masyarakat madani (civil society), di mana batasan yang penulis lakukan pada konteks Indonesia, walaupun sebelumnya mencoba melakukan pembedahan dalam aspek historis. Akhirnya melakukan penyelerasan bagaimana konsep implementasi nilai – nilai Pendidikan Islam dalam menciptakan masyarakat madani (civil society). Implementasi yang dimaksud penulis menekankan pada implementasi nilai bukan implementasi praktis.
E.     Tinjauan Pustaka
Pembahasan tentang masyarakat madani (civil society) dalam khazanah keilmuan di Indonesia cukup banyak, hal ini cukup logis karena bagaimanapun juga masyarakat madani (civil society) yang berarti juga merupakan penguatan masyarakat sipil dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dalam berbagai aspek memang menjadi tuntutan normatif bagi setiap orang yang memang mempunyai hak – hak individu, kelompok dan bermasyarakat (negara). Oleh karena pasca tahun 1990-an penulis melihat khususnya dalam wacana gerakan Islam modern (juga di Indonesia), intelektual muslim mencoba merumuskan sekaligus menggali tentang teori penguatan masyarakat sipil atau sekarang banyak dikenal dengan masyarakat madani (civil society).
Adalah Naquib Al Attas yang mencoba mengadopsi masalah civil society yang kemudian diganti dengan masyarakat madani, bahkan Anwar Ibrahim (mantan deputi PM Malaysia) dalam sebuah simposium dalam festival Istiqlal, pertama kali yang mengenalkan pengertian masyarakat madani. Dari sinilah kemudian berkembang beberapa kelanjutan pemikiran tentang masyarakat madani (civil society), tak kurang intelektual – intelektual muslim Indonesia seperti Nurcholish Madjid, Dawam Rahardjo, Muhammad AS. Hikam, Azyumardi Azra serta lainnya terlibat secara aktif untuk ikut menyemarakan cakrawala pemikiran tentang masyarakat madani.
Azyumardi Azra merefleksikan tentang masyarakat madani lewat tulisannya “Menuju Masyarakat madani, Gagasan, Fakta, dan Tantangan” (1999), yang secara detail lebih banyak mengorek potensi dan koreksi terhadap bentuk kehidupan beragama di tanah air, dari proses dialog antar umat beragama hingga persoalan konflik beragama yang terjadi. Sedangkan M. Dawam Rahardjo bahkan lebih komprehensif melakukan kajian tentang masyarakat madani ini lewat berbagai tulisannya seperti, “Masyarakat Madani Sebuah Penjajakan Awal   dan “Sejarah Agama dan Masyarakat madani”, di mana kajian  yang dilakuan Dawam Rahardjo juga menyangkut perspektif kesejarahan tentang masyarakat madani tersebut. Selain itu banyak terdapat kajian – kajian lain seperti dilakukan Nurcholish Madjid, Mansour Fakih, atau bahkan secara aplikatif Gus Dur melakukan sebuah bentuk rumusan yang dikenal dengan civic education.
Dari sekian banyak kajian tentang masyarakat madani (civil society) masih banyak terdapat perbedaan persepsi dan visi antara para ilmuan sosial Islam tersebut tentang masyarakat madani (civil society), seperti AS Hikam yang lebih sepakat bahwa antara civil society dengan masyarakat madani sangat berbeda karena content antara keduanya secara historis berbeda. Tetapi Dawam Rahardjo lebih sepakakat jika civil society “diislamkan” sehingga sama dengan masyarakat madani. Pendapat lebih arif dikemukakan Nurcholish Madjid bahwa untuk melakukan pemaknaan terhadap civil society dan masyarakat madani sebaiknya dikaitkan dengan persoalan kultur keagamaan yang ada di Indonesia yang kebetulan secara mayoritas adalah pemeluk agama Islam, dengan meminjam istilahnya Naquib Al Attas tanpa harus mereduksi makna civil society karena secara hakekat keduanya adalah sama maka masyarakat madani berarti juga civil society. Terlepas dari masih adanya kontroversi di atas, penulis memposisikan diri untuk melihat kajian masyarakat madani dan civil society dalam ordinat yang sama terutama dari segi hakekat pemaknaannya, kecuali dalam perspektif historis yang berbeda. 
Di Fakultas Tarbiyah ada sebuah skripsi yang ditulis oleh saudara Khasan Wahyudi (angkatan 1996) yang meneropong “Pendidikan Agama Islam dan Masyarakat Madani dalam Persepektif Psikologi Islami”, secara persis penulis tidak begitu tahu tentang isi skripsi tersebut, tetapi diperkirakan lebih banyak menembak persoalan psikologi Islami kaitannya dengan Pendidikan Agama Islam dalam perumusan masyarakat madani. Sedangkan kajian yang dilakukan penulis lebih banyak menyorot tentang nilai – nilai yang ada dalam Pendidikan Islam  berkaitan dengan pembentukan masyarakat madani (civil society) yang mempunyai nilai – nilai dimaksud.
Untuk itulah penulis dalam skripsi ini setelah merekam berbagai bentuk kajian yang telah dilakukan sebelumnya, mencoba berpijak secara proporsional, karena secara ideal kajian tentang masyarakat madani memang harus didahului dengan kajian tentang civil society terutama dalam perspektif  historis, dan setelah itu penulis merasa bahwa ide dan konsep yang dikembangkan antara keduanya hampir sama. Dan dalam skripsi ini, tanpa mengesampingkan nilai – nilai penulis akan lebih banyak menawarkan self apologia yang tentunya terbatas pada kemampuan intelektual penulis sendiri yang memang masih sangat dangkal. 

F.     Metodologi Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode – metode sebagai berikut :

1.      Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk memperoleh data penulisan skripsi ini adalah Library Research, yaitu untuk mengumpulkan data teoritis sebagai penyajian ilmiah yang dilakukan dengan memilih literatur yang berkaitan dengan penelitian. 11 Metode ini digunakan untuk menentukan literatur  yang mempunyai hubungan dengan masalah Pendidikan Islam dan masyarakat madani (civil society), sehingga dalam skripsi ini ada kesesuaian antara tema dengan pembahasan di dalamnya.
2.      Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka data tersebut dianalisis dengan analisis non statistik karena data-data diskriptif, diolah dengan analisis isi atau content analisys. Noeng Muhadjir juga menyebutkan analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.12 Metode ini digunakan untuk menyusun data secara sistematis mengenai masalah Pendidikan Islam dan implementasinya dalam masyarakat madani (civil society). Tentunya dari sekian banyak data tentang Pendidikan Islam dan masyarakat madani, akan diambil sesuai dengan sasaran yang ingin ditembak penulis yaitu masalah nilai – nilai Pendidikan Islam yang berkaitan dengan pembentukan masyarakat madani (civil society).
3.      Metode Pembahasan
a.  Metode kontekstual
Metode ini berarti adalah adanya hubungan antara bagian yang sentral dengan perifier. Dalam hal ini penulis mendudukan kajian Pendidikan Islam yang didasarkan pada Al Qur’an dan Hadits dan masyarakat madani sebagai sentral pembahasan, sedangkan kajian tentang kesejarahan masa lampau, prediksi ke depan dan analisis sebagai perifiernya.13
b. Metode interpretasi
Rekonstruksi Pendidikan Islam dan masyarakat madani (civil society) dilakukan secara terpisah kemudian penulis melakukan interpretasi dari kedua pembahasan di atas, untuk menemukan keterkaitan yang secara khusus antara nilai – nilai Pendidikan Islam dengan masyarakat madani (civil society) yang menjadi target penulis, kesemuanya dipahami untuk menemukan arti dan maksud secara khas.14
c.  Metode Reflektif  Thinking
Metode ini berarti menggunakan metode campuran antara deduktif dan induktif,15 penulis menggunkan metode ini karena antara pembahasan Pendidikan Islam dan masyarakat madani (civil society) kiranya terlalu sulit untuk menjadikan kesimpulan awal dan kesimpulan akhir saja dalam topik pembahasan masalah ini.


G.    Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk mempermudah penjelasan, pembahasan dan penelaahan pokok – pokok masalah yang dikaji, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut :
1.         Bagian muka, pada bagian ini termuat halaman judul, motto, persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
2.         Bagian isi, pada bagian ini termuat :
BAB I     :   Pendahuluan yang berisi :
a.         Pendahuluan
b.        Rumusan masalah
c.         Tujuan penulisan skripsi
d.        Penjelasan istilah kunci
e.         Kajian pustaka
f.         Metode penulisan   skripsi
g.        Sistematika penulisan skripsi.
BAB II    :    Bab ini diuraikan  tentang  Pendidikan Islam  yang meliputi:  
                     Pengertian, dasar, tujuan dan nilai – nilai yang ada dalam Pendidikan Islam
BAB III   :   Pada   bab  ini  diuraikan  tentang  masyarakat madani yang     meliputi : Pengertian, sejarah perkembangan, dan identifikasi konsep masyarakat madani (civil society).
BAB IV  :   Dalam  bab  ini   diuraikan    analisis  konsep    Pendidikan Islam  dalam menciptakan masyarakat madani (civil society)
BAB V   :    Pada  bab  ini   berisi   tentang  kesimpulan dari  pembahasan
skripsi ini, saran – saran, dan kata penutup    
3.      Bagian Akhir
Pada bagian ini termuat : kepustakaan, daftar ralat, lampiran – lampiran dan daftar riwayat penulis.

Semarang,  23 Januari 2002
Penulis



Sukron Adin
NIM. 4196143


Mengetahui,
Pembimbing I                                               Pembimbing II



Drs. Darmu’in, M.Ag.                                  Ahmad Muthohar, M.Ag
NIP. 150 263 168                                         NIP. 150276929



[1] Harun Nasution, Islam Rasional, Mizan, Bandung 1995,  hlm. 25.

[2] Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, CV. Asy-Syifa’, Semarang, 1992, hlm. 1079.
[3] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, PT Logis Wacana Ilmu, Cet. ke – 1, Jakarta, 1999,  hlm. 13.
[4] Ibid., hlm. 14 – 15.
[5] Ibid.

[6] Fahmi Huwaydi, Demokrasi, Oposisi dan Masyarakat madani, (terj), Muhammad Abdul Ghoffar, Mizan, Cet. ke – 1, Bandung, 1996, hlm. 8.
[7] Ahmad Daeng Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al Ma’rif, Cet. ke – 8, Bandung, 1989,  hlm. 23.

[8] Taufik Abdullah, “Disekitar Hasrat ke Arah Masyarakat madani” dalam, Membangun Masyarakat madani Menuju Indonesia Baru Milenium ke-3, Program Pasca Sarjana UMM, Aditya Media, Cet. ke – 1, Yogyakarta, 1999, hlm. 85.
[9] Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Cet. ke – 1, Yogyakarta,  hlm. 99.

[10] Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi Kedua, Jakarta, 1994, hlm. 204.

[11] Dawam Rahardjo, Masyarakat madani : Kelas Menengah dan Perubahan Sosial, LP3ES, Cet. ke – 1, Jakarta, 1999, hlm. 146.
11 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, Andi Offset, Cet. ke – 29, Yogyakarta, 1997,   hlm. 9.  

12 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin,  Edisi III, Cet. ke – 7, Yogyakarta 1996,  hlm. 104.                                                                                                                       

13 Noeng Muhajir, Op.Cit.,, hlm. 47.

14 Anton Bakar dan Achmad Charris Zubair,  Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius, Cet. ke – 4, Yogyakarta, 1994,  hlm. 74.

15 Noeng Muhajir, Op.Cit., hlm. 6.

Category:

About GalleryBloggerTemplates.com:
GalleryBloggerTemplates.com is Free Blogger Templates Gallery. We provide Blogger templates for free. You can find about tutorials, blogger hacks, SEO optimization, tips and tricks here!

0 komentar

Recent Comments

HAD'S FRIENDS bagi ngilmu lan kaweruh bagi ngilmu lan kaweruh bagi ngilmu lan kaweruh