Menanamkan Kecerdasan Emosional pada Anak Melalui Cerita-cerita dalam Alquran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Selama ini banyak orang menganggap jika seseorang
memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut
memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding dengan orang lain. Pada
kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang
tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat intelektualnya lebih rendah.
Ternyata kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan
meraih kesuksesan.
Daniel Goleman, seorang profesor dari Harvard
University yang telah berjasa mempopulerkan kecerdasan emosional pada akhir
tahun 1995, menjelaskan bahwa ada patokan lain yang menentukan tingkat
kesuksesan seseorang selain IQ (Intelligence
Quotient). Ia berpendapat bahwa keberhasilan kita tidak hanya ditentukan
oleh IQ semata tetapi juga kecerdasan emosional.1)
Selanjutnya ia juga telah membuktikan bahwa tingkat emosional manusia ternyata
lebih mampu memperlihatkan kesuksesan seseorang.
Mengadaptasi dari definisi Peter Salovey, Daniel
Goleman membagi kecakapan Kecerdasan emosional dalam lima ranah utama yaitu ; mengenali emosi diri, mengelola
emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina
hubungan.2)
Kecerdasan emosional dengan beberapa kecakapan utamanya ini,tidaklah
mudah diperoleh karena ia tidak hadir dan dimiliki secara tiba-tiba atau
langsung jadi. Sebaliknya, kemampuan tersebut harus dipelajari sejak dini.
Kecerdasan emosional tumbuh dan berkembang
seiring dengan pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia.
Pertumbuhan kecerdasan emosional
dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga dan contoh-contoh yang didapat sejak
lahir dari orang tuanya.3) Untuk
itu, pemerolehan pendidikan emosi yang
teratur dan terancang sangat penting bagi anak dalam membentuk
kecakapan-kecakapan emosional yang kokoh dan mudah diterapkan ketika menghadapi
situasi yang sesungguhnya dalam kehidupannya.
Terdapat berbagai cara untuk menanamkan dan membentuk
kecakapan-kecakapan emosional pada anak. Salah satunya adalah dengan
menggunakan cerita-cerita atau kisah keteladanan. Shapiro berpendapat bahwa
kisah-kisah keteladanan bisa menjadi cara yang paling baik untuk mengajarkan
keterampilan emosional , entah dibacakan dari buku yang sudah ada atau di
karang sendiri.4)
Selama berpuluh tahun para psikolog telah
mengemukakan pengaruh positif dari membacakan cerita dan bercerita kepada
anak-anak. Hal ini merupakan cara yang baik sekali untuk mengajari anak
berfikir realistis, karena cerita dapat menunjukkan bagaimana orang secara
realistis memecahkan masalah-masalahnya. Banyak orang tidak menyadari betapa
besar pengaruh cerita terhadap perilaku kita, bahkan sampai membentuk budaya
kita.5)
Al-Hasyimi berpendapat bahwa kesan sebuah cerita
dalam jiwa anak-anak tidak terbatas hanya di sela-sela mengisahkannya,
mendengarkannya atau membacanya. Namun secara mayoritas mereka akan meniru
ucapan-ucapan, kejadian-kejadian, moral dan perilaku yang mengalir dari sebuah
cerita dalam praktek nyata kehidupan mereka sehari-hari.6)
Kemudian pengaruh cerita ini mengiringi individu
manusia di seluruh fase perkembangan psikologi , pendidikan dan sosiologi. Oleh
sebab ini, maka para siswa TK, SD, SMP,SMU, universitas bahkan setiap orang,
apakah ia awam (tidak terpelajar) ataukah terpelajar, akan hanyut pada pengaruh
cerita. Sekalipun tema dan karakter cerita berbeda dengan perkembangan bentuk
dan berbeda tingkat inteligensi, sosiologi dan temperamen/watak, seperti halnya
tema dan karakter cerita tersebut berbeda menururt aspek kesenangan maupun
kepedulian (concern).7)
Dalam hal ini, Patricia H. Berne menegaskan bahwa ceritera memungkinkan anak-anak
mengenali suatu situasi kegagalan dan mengalaminya tanpa harus
menghadapi kecemasan secara langsung. Ini juga memungkinkan mereka
memperoleh perspektif yang lebih realitis.8)
Cerita atau kisah yang disampaikan dengan baik, akan
lebih menarik minat anak-anak untuk mendengarkan dan memperhatikannya. Ketika
seorang guru bercerita tentang kebenaran-kebenaran semata, maka terkadang ia
mendapati para siswanya mengalami kelesuan. Dan jika ia mengisahkan sebuah
cerita sambil mengarahkan pandangannya
ke tempat duduk para siswanya secara bergantian, ia merasakan kilauan cahaya
mata yang bersinar, pendengaran telinga yang tajam dan ketengan mereka.9)
Cerita khususnya efektif untuk mempengaruhi cara
berfikir dan berperilaku anak. Hal ini tidak saja karena mereka senang
mendengarkan atau dibacakan secara berulang-ulang,10) tetapi juga disebabkan oleh hakikat
cerita itu sendiri yang mempunyai hubungan erat dengan permasalahan emosi lewat
karakter yang ditampilkan oleh para tokoh dalam cerita tersebut.
Di samping itu kesesuaian cerita-cerita yang mengandung nilai-nilai
keteladanan dapat dijadikan dasar untuk mengajar mereka tentang
kecakapan-kecakapan emosional. Melalui cerita-cerita yang dikisahkan tersebut,
kecakapan-kecakapan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional dapat ditanamkan
kepada anak-anak secara teliti dan terancang.
Salah satu sumber cerita yang baik untuk mengajarkan
kecerdasan emosional pada anak adalah Alquran. Alquran telah menunjukkan daya
tarik yang laur biasa dalam segala seginya termasuk kisah-kisah yang ada di
dalamnya. Kisah-kisah Alquran dikatakan menarik karena di dalamnya terdapat
ayat-ayat mengenai kisah umat manusia, yang bukan hanya menarik bagi orang
dewasa, melainkan juga bagi anak-anak.
Apabila Alquran diteliti dari sudut ini, akan
ditemukan bahwa tersebarnya kisah dalam ayat dan surat yang berbeda, tetap
menunjukkan kesatuan hubungan dan ‘keajegan’-nya dengan tahap-tahap
perkembangan kepribadian manusia, sejak ia diciptakan, dilahirkan, hidup, dan
mati. Adanya hubungan tersebut bukan saja ditandai oleh tematisnya, melainkan
juga oleh keseluruhan gaya dan cara Alquran dalam berkisah. Dalam hal ini,
kisah merupakan metode utama yang digunakan Alquran dalam menyampaikan
pesan-pesannya.11)
Selanjutnya, juga akan ditemukan dalam kisah itu,
sekaligus melalui kisahnya, Alquran bertujuan mendidik manusia sejak masa
penciptaan, kelahiran, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan tua hingga ajalnya,
agar mereka senantiasa sadar akan jati dirinya. Pada dimensi lain, Alquran pun
terus menerus menyeru manusia agar berfikir dan merenung untuk mendapatkan
gambaran yang nyata tentang kehidupan.12)
Bagaimana pentingnya kisah dalam Alquran dapat
dilihat dari segi volume, di mana kisah-kisah tersebut memakan tempat yang
tidak sedikit dari seluruh ayat-ayat Alquran. Bahkan ada surat-surat Alquran
yang dikhususkan untuk kisah semata-mata, seperti surat Yusuf, Al-Anbiya’,
Al-Qasas, dan Nuh. Dari keseluruhan surat Alquran, terdapat 35 surat memuat
kisah, kebanyakan adalah surat-surat panjang.13)
Berdasarkan penelitian Hanafi, cerita tentang para
nabi mendapatkan porsi yang cukup besar dalam Alquran yaitu dari jumlah keseluruhan
ayat dalam Alquran yang terdiri dari 6300 ayat lebih, sekitar 1600 ayat di
antaranya membicarakan para rasul.
Jumlah tersebut cukup besar jika dibandingkan dengan dengan ayat-ayat tentang
hukum yang hanya terdiri dari 330 ayat.14)
Selain ceritera tentang para rasul, Alquran juga menceritakan orang-orang
selain nabi baik orang mukmin maupun orang kafir.
Allah telah
menceritakan kepada manusia kisah-kisah orang-orang terdahulu dan
menyifati kisah-kisah ini sebagai kisah yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Allah juga menyifati kisah-kisah ini sebagai kisah yang terbaik (ahsanul Qashash), sebagaimana firman
Allah dalam Surat Yusuf ayat 3:
Artinya ; "Kami menceritakan kepadamu kisah
yang paling baik dengan mewahyukan Alquran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu
sebelum (Kami mewahyukannya) adalah orang-orang yang belum mengetahui"15)
Allah telah menetapkan bahwa
dalam kisah orang-orang dahulu terdapat hikmah dan pelajaran bagi orang-orang
yang berakal, yang mampu merenungi kisah-kisah itu, menemukan padanya hikmah dan nasihat, serta menggali dari
kisah-kisah itu pelajaran dan petunjuk hidup. Allah juga telah memerintahkan
kepada kita agar meneladani orang-orang baik (shalihin) dan penganjur kebaikan (muslihin ) dari orang-orang
terdahulu, yang kisah-kisah mereka telah dipaparkan-Nya kepada kita serta telah diperlihatkan-Nya
kepada kita metode mereka dalam dakwah, perbaikan (ishlah), perlawanan terhadap musuh musuh Allah, perjuangan jihad,
kesabaran dan keteguhan.16)
Dengan melihat kedekatan
cerita-cerita dengan dunia anak-anak, maka kita harus selektif dalam memilih
cerita-cerita yang akan diceritakan kepada mereka . Tidak diragukan lagi bahwa
kisah-kisah dalam Alquranlah yang sangat perlu untuk diceritakan kepada anak
anak dalam rangka menanamkan kecerdasan emosi kepada mereka. Dengan
menceritakan kisah-kisah keteladanan dalam Alquran baik dari kisah para nabi
atau selain nabi, anak-anak tidak saja dikenalkan berbagai cerita dalam kitab
suci-Nya, mendekatkan manusia dengan sumber utama dalam agamanya sejak dini dan
lebih jauh untuk mendorong semangat
mereka untuk mengkaji lebih mendalam ajaran-ajaran dalam Alquran. Juga
diharapkan manusia dapat mengambil hikmah dan teladan dari sifat, perilaku dan
kondisi emosional para tokoh tersebut ketika
mereka dihadapkan pada situasi atau peristiwa tertentu.
Pengamatan sementara peneliti
mendapatkan bahwa masyarakat kita masih asing dengan masalah kecerdasan
emosional dan mereka cenderung mengabaikan potensi cerita-cerita dalam Alquran
sebagai alat untuk menanamkan kecerdasan emosional kepada anak. Untuk itulah
maka penulis berusaha menjabarkan betapa pentingnya cerita-cerita dalam Alquran
sebagai alat untuk menanamkan kecerdasan emosional pada anak melalui penulisan skripsi ini, dengan judul “
Menanamkan Kecerdasan Emosional pada Anak Melalui Cerita-cerita dalam Alquran”.
B. Penegasan Masalah
Untuk mengurangi kekaburan, juga menghindari terjadinya kesalahan
pengertian atau penafsiran bagi para pembaca, maka perlu penulis memberikan
penegasan dan batasan terhadap masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini,
1.
Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau emotional intelligence merujuk kepada
kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.17)
Adapun pembahasan skripsi ini terfokus pada
pembentukan lima ranah utama kecerdasan emosional yang meliputi :
-
Kemahiran mengenali emosi sendiri (self awareness)
-
Kemahiran mengatur emosi diri (self regulation)
-
Kemahiran mengenali emosi orang lain ( empathy)
-
Kemahiran memotivasi diri (self motivation)
-
Kemahiran mambina hubungan dengan orang lain (relationship)
2.
Cerita-cerita dalam Alquran
Yang dimaksud dengan cerita-cerita dalam Alquran disini
adalah cerita-cerita yang bersumber dari kitab suci Alquran baik tentang
kisah-kisah para nabi maupun selain nabi, kisah-kisah tentang orang mukmin
ataupun orang-orang kafir.
Dalam masalah ini akan dibahas pengertian, macam-macam,
faedah dan hikmah atau pelajaran yang dapat diambil dari kisah-kisah dalam
Alquran. Dan sebagai bahan analisis akan dicantumkan lima buah ringkasan
cerita yang berhubungan dengan lima
ranah kecerdasan emosional.
C. Rumusan Permasalahan
Permasalahan yang hendak dijawab dalam
penulisan skripsi ini, adalah:
1.
Apakah kecerdasan emosional itu?
2.
Bentuk- bentuk cerita apa sajakah dalam Alquran yang
berkaitan dengan kecerdasan emosional?
3.
Seberapa jauh potensi cerita-cerita dalam Alquran
sebagai alat untuk menanamkan kecerdasan emosional pada anak?
4.
Bagaimanakah kaidah-kaidah penggunaan cerita-cerita dalam Alquran sebagai alat
untuk menanamkan kecerdasan emosional pada anak?
D. Tujuan Penulisan Skripsi
1.
Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
kecerdasan emosional.
2.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk cerita dalam Alquran
yang berkaitan dengan kecerdasan emosional.
3.
Untuk mengetahui potensi cerita-cerita dalam Alquran
sebagai salah satu alat untuk menanamkan kecerdasan emosional pada anak.
4.
Untuk mengetahui kaidah-kaidah penggunaan cerita-cerita
dalam Alquran sebagai alat untuk menanamkan kecerdasan emosional pada anak.
E. Metode Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini bersifat kualitatif dengan menggunakan
studi kepustakaan (library research),
yaitu dengan cara membaca dan memahami literatur-literatur yang berkaitan dengan judul yang menjadi
pembahasan.
1.
Sumber Data
Sumber data yang akan digunakan dalam
penulisan skripsi ini meliputi:
a.
Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber-sumber
yang dijadikan bahan pokok dalam penulisan skripsi ini. Adapun yang dijadikan
sumber pokok dalam penulisan skripsi ini adalah :
1) Yang berhubungan dengan kecerdasan
emosional:
-
Buku Emotional
intelligence dan Working with
Emotional Intelligence karya Daniel
Goleman.
-
EQ for Everybody
karya Steve Hein.
-
Mengajarkan
emotional intelligence pada anak karya Lawrence E. Shapiro, terjemahan Alex
Tri Kantjono.
2) Yang berhubungan dengan cerita-cerita dalam Alquran:
- Alquran .
- Buku-buku
tentang kisah-kisah dalam Al qur’an.
-
Kitab Mabahits Fi ulumil Qur’an
karangan Mana’ul Qathan.
b.
Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber-sumber
yang dapat menunjang bagi pembahasan
skripsi ini. Sumber-sumber sekunder ini antara lain berupa kitab-kitab
tafsir yang terkait dengan permasalahan
yang dibahas, artikel, paper, dan buku-buku lainnya yang menunjang penulisan
skripsi ini.
2.
Metode Pembahasan
Langkah-langkah yang hendak dilakukan pada
prinsipnya mengikuti alur fikir deskriptif-analitis dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a.
Penyediaan bahan mentah yakni berupa konsep-konsep umum
yang berkaitan dengan kecerdasan emosional dan cerita-cerita dalam Alquran
b.
Penguraian peristiwa deskriptif dari ringkasan/sinopsis
kisah-kisah dalam Alquran yang diambil dari berbagai sumber.
c.
Analisis yang arah serta konsepnya disesuaikan dengan
pokok-pokok masalah yang perlu di jawab.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini akan di buat dalam lima bab
dengan sistematika penulisannya sebagai berikut:
Bab I, Pendahuluan; dalam bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah,
penegasan masalah, rumusan permasalahan, tujuan penulisan skripsi, metode
penulisan skripsi dan sistematika
penulisan skripsi.
Bab II, dalam bab ini akan dibahas tinjauan
umum tentang kecerdasan emosional yang meliputi; pengertian kecerdasan
emosional, komponen utama kecerdasan emosional, objektif kecakapan emosional
dan pentingnya kecerdasan emosional dalam kehidupan.
Bab III, dalam bab ini berisi tinjauan umum
tentang cerita-cerita dalam Alquran yang
meliputi sub-sub pokok bahasan sebagai berikut: pengertian, macam-macam dan
manfaat cerita-cerita dalam Alquran serta hikmah yang terkandung dalam
cerita-cerita dalam Alquran.
Bab VI, dalam bab ini akan di muat tentang
analisis strategi menanamkan kecerdasan emosional kepada anak-anak melalui
cerita-cerita dalam Al qur’an dan kaidah-kaidah penggunaannya.
Bab V, Penutup, yang meliputi sub-sub bab sebagai berikut; kesimpulan,
saran-saran dan kata penutup.
Penulis
Hasanuddin
4196132
Pembimbing I Pembimbing II
Drs.
H. Mustaqim Drs. Sajid Iskandar Setyohadi
150
216 811 150 231 364
DAFTAR PUSTAKA
Achdiat,
Nunu. S.Pd., Seni Berkisah: Memandu Anak
Memahami Al qur’an, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1998.
Berne, Patricia H. dan Louis M.
Sarvary., Membangun Harga Diri Anak, (alih
bahasa; YB. Tugiyarso), Kanisius, Jakarta, 1998.
Depag RI., Al qur’an dan
Terjemahnya, PT. Kumudasmoro Grafindo, Semarang, 1994.
Goleman, Daniel., Kecerdasan
Emosional, (alih bahasa; T.
Hermaya), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000.
--------------------., Kecerdasan
Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, (alih bahasa; Alex Tri Kantjono
Widodo), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000.
Hanafi, M.A., Segi-segi Kesusastraan
Pada Kisah-Kisah Al qur’an, Pustaka Alhusna, Jakarta, 1984.
Al-Hasyimi, Abdul Hamid, Dr., Mendidik
Ala Rasulullah, (alih bahasa; Ibn Ibrahim), Pustaka Azzam, Jakarta, 2001.
Al-Khalidy, Shalah, Dr., Kisah-kisah
Al qur’an Pelajaran dari Orang-orang Dahulu, jilid 1, (alih bahasa;
Setiawan Budi Utomo, Lc. MBA. MSc.), Gema Insani Press, Jakarta, 1999.
Shapiro, Lawrence E. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak,
(alih bahasa; Alex Tri Kantjono), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.
Staff IQEQ., Kecerdasan
Emosional. [http://www. iqeq.web.id/art/art01.shtml] (2001).
3) Staff IQEQ, Kecerdasan Emosional,
http://www.iqeq.web.id/art/art01.shtml,
(Diakses pada 25 April 2001, Pukul 15.00 WIB).
4)
Lawrence E.
Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, (alih bahasa; Alex
Tri Kantjono), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm. 98.
6)
Dr. Abdul Hamid
Al-Hasyimi, Mendidik Ala Rasulullah,
(alih bahasa; Ibn Ibrahim), Pustaka Azzam, Jakarta, 2001, hlm.260.
12) Ibid,
hlm. 79.
13) A. Hanafi, M.A., Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, Pustaka Alhusna,
Jakarta, 1984, hlm. 22.
15)
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, PT.
Kumudasmoro Grafindo, Semarang, 1994, hlm. 348.
16)
Dr. Shalah Al-Khalidy,
Kisah-kisah Al qur’an Pelajaran dari
Orang-orang Dahulu, jilid 1, (alih bahasa; Setiawan Budi Utomo), Gema
Insani Press, Jakarta, 1999, hlm. 16.
17) Daniel Goleman., Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak
Prestasi, (alih bahasa; Alex Tri Kantjono Widodo), Gramedia Pustaka Utama a, 2000, hlm. 512.
Category: skripsi PAI
0 komentar